Selasa, 02 Februari 2021

MASIH TENTANG SAHABAT NABI MUHAMMAD DARI NUSANTARA?

 Melanjutkan tulisan sebelumnya : SRI BADUGA MAHARAJA: SAHABAT NABI SAW DARI NUSANTARA /atau dalam judul di Republika : Sri Baduga Maharaja, Sahabat Nabi Muhammad dari Nusantara?

*Masih tentang Sahabat Nabi Muhammad dari Nusantara?*

Jumat 29 Jan 2021 06:01 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, — Pada awalnya tulisan tentang Sri Baduga Malik al-Hind yang terdahulu adalah sekadar contoh dari penerapan metode abduktif dalam mata kuliah kajian Islam interdisipliner di Pascasarjana STFI Sadra dan kajian ilmu hadis revisionis di LPII Yayasan Muthahhari Bandung.

Tentang kajian islam interdisipliner, insyaallah, nanti akan saya buat tulisan tersendiri. Sekarang, fokus kita pada ilmu hadis revisionis dan Sri Baduga Malik al-Hind.

Selama ini, kajian keislaman kita seperti jalan di tempat. Tidak ada keberanian dari para pemangku Islamic Studies untuk mendobrak paradigma lama yang hanya mengecer travelling theory yang sudah berlangsung selama lebih dari seribu tahun yang lalu.

Padahal, beragam teori tersebut tidak muncul dari ruang kosong. Ada banyak faktor sosial-politik-budaya yang melatarbelakangi kemunculannya. Oleh karena itu, kita yang hidup di zaman sekarang tidak harus menerimanya secara taken for granted. Kita harus membaca ulang untuk menemukan konteks di balik lahirnya teori-teori tersebut sebelum akhirnya menerima, menolak, atau memberi makna dan menyusun teori baru.

SRI BADUGA MAHARAJA : SAHABAT NABI SAW DARI NUSANTARA

 *SRI BADUGA MAHARAJA: SAHABAT NABI SAW DARI NUSANTARA*

*Oleh Ustadz Dr. Muhammad Babul Ulum*

(Sudah di tambah, edit sedikit, apa masih ada lanjutannya?)

Konsepsi ilmu hadis konvensional menyebut sahabat adalah orang yang hidup sezaman dan melihat Nabi Saw. Logika sederhananya mereka orang-orang yang hidup di jazirah Arab dan sekitarnya yang karena kedekatan geografis memungkinkan mereka melihat, bertemu, dan berinteraksi dengan Nabi Saw. Namun demikian kitab-kitab biografi sahabat memuat satu nama sahabat Nabi Saw yang bukan berasal dari bangsa Arab. Bila benar demikian karena itu perlu investigasi mendalam. Keberadaannya tidak saja memberi oksigen bagi kita dalam ikhtiar pemaknaan baru bagi konsep keilmuan tradisional Islam yang menjadi concern kajian kita selama ini, bahkan dapat mendekonstruksi tidak hanya bangunan epistemologi ilmu keislaman klasik, khususnya ilmu kalam dan ilmu hadis, juga bangunan epistemologi ilmu humaniora Barat.

Satu nama tersebut ditulis dengan sebutan Sri Baduga Malik al-Hind (سرباتك مالك الهند). Termuat dalam kitab *Usd al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah* karya Ibn al-Atsir, biografi no. 1958, kitab *Lisan al-Mizan* karya karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani, jilid  4, hal. 19, biografi no. 3359 dan kitab *Bihar al-Anwar al-Jamiah li Durari Akhbar al-Aimmah al-Athhar* karya Muhammad Baqir al-Majlisi, jilid 14, hal. 520, bab Ahwal Muluk al-Ardh (berita para raja di dunia). Al-Hakim dalam kitab *al-Mustadrak jilid 4, hal. 241* , meski tidak mencatat biografi Malik al-Hind sebagaimana kitab yang lain, ia melaporkan sebagian hadiah yg diberikan kepada Nabi Saw yang berupa tembikar (jarrah) dan jahe (zanjabil) sebagai obat segala penyakit waktu itu (dawaun likulli da’).

Pertanyaannya, siapakah beliau Malik al-Hind itu? Kata kuncinya ada pada makna al-Hind dalam konsepsi para penulis Arab zaman dulu, bukan zaman sekarang atau pasca kolonialisasi bangsa Eropa. Pasca imperialisme Eropa, kata Bilad al-Hind diartikan sebagai Negara India, atau negara-negara yang berada di anak benua India sana. Akan tetapi sebelum itu, kata Bilad al-Hind selain dipakai untuk menunjukkan wilayah yang dikelilingi samudra Hindia dan dilalui garis katulistiwa yang berpusat di Nusantara sekarang. Dan juga dipakai untuk menyebut wilayah kepulauan di daerah Indo-China dan pasifik. Ingat sebutan negara Hindia-Belanda saat negara Indonesia dibawah penjajahan belanda dulu, kan?  Dengan demikian apakah Sri Baduga Malik al-Hind yang disebut dalam referensi di atas adalah seorang Maharaja dari Nusantara? Pertanyaan selanjutnya, apakah ini gelar bagi seorang raja atau nama seorang raja?